FC Barcelona

Selasa, 22 Desember 2015

Potensi Wisata Bersejarah di Daerah Semarang

Diposting oleh Unknown di 11.15 0 komentar
1. Klenteng Sam Poo Kong
Sejarah
Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho.. Tanda yang menunjukan sebagai bekas petilasan yang berciri keislamanan dengan ditemukannya tulisan berbunyi "marilah kita mengheningkan cipta dengan mendengarkan bacaan Al Qur'an".
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya memiliki arsitektur bangunan cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa, namun saat melintasi Laut Jawa, banyak awak kapalnya yang jatuh sakit, kemudian ia memerintahkan untuk membuang sauh. Kemudian merapat ke pantai utara semarang untuk berlindung di sebuah Goa dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mengalami proses pendangkalan yang di akibatkan adanya proses sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang ditempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam, di Klenteng ini juga terdapat Makam Seorang Juru Mudi dari Kapal Laksamana Cheng Ho.

Lokasi
Terletak di Jl. Simongan Raya No.129, Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah 50148.
Atraksi

Sejak Renovasi besar besaran tahun 2002 dan selesai 2005, yang menelah biaya 20 miliar, Sam Poo Kong menarik perhatian lebih banyak orang untuk berkunjung. Di halaman yang cukup luas di depan kelenteng, terdapat sejumlah patung, termasuk patung Laksamana Cheng Ho, yang cukup menarik untuk dinikmati. Di sinilah atraksi atraksi kesenian berupa tari tarian, barongsai atau bentuk kesenian lain digelar untuk memperngati hari hari bersejarah yang berhubungan dengan Cheng Ho atau budaya China.
Di bulan Agustus misalnya, selalu diadakan festival mengenang datangnya Cheng Ho ke Semarang. Untuk bulan Agustus 2009, festival diadakan tanggal 18 memperingati HUT ke604 kedatangan Cheng Ho.

Perayaan disertai dengan arak-arakan, bazaar, dan festival Barongsai. Hari hari besar lainnya yang dirayakan di sini termasuk di antaranya Hari Raya Imlek dan hari kelahiran Cheng Ho. Kedatangan turis asing, terutama dari China, menunjukkan bahwa Sam Poo Kong dikenal luas di dunia. Berdasarkan uang sedekah yang ditinggalkan pengunjung, Kuil Gedung Batu ini juga sering dikunjungi turis turis asing dari Amerika, Rusia, Brazil dan negara negara lain.

Tiket
Untuk wisatawan domestik dewasa dikenakan biaya Rp. 5000,- dan untuk anak-anak yang berumur di bawah tiga tahun gratis. Sementara untuk wisatawan asing harus membayar Rp. 10.000,-.

Sumber
http://seputarsemarang.com/klenteng-sam-po-kong-1356/
https://id.wikipedia.org/wiki/Klenteng_Sam_Po_Kong


2. Lawang Sewu

Lawang Sewu (bahasa Indonesia: seribu pintu) adalah gedung gedung bersejarah di Indonesia yang berlokasi di Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung ini, dahulu yang merupakan kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904 dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu karena bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak, meskipun kenyataannya, jumlah pintunya tidak mencapai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar, sehingga masyarakat sering menganggapnya sebagai pintu (lawang).

Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia. Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut telah mengalami tahap konservasi dan revitalisasi yang dilakukan oleh Unit Pelestarian benda dan bangunan bersejarah PT Kereta Api Persero.
Sejarah
Bangunan Lawang Sewu dibangun pada 27 Februari 1904 dengan nama lain Het hoofdkantor van de Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (Kantor Pusat NIS). Awalnya kegiatan administrasi perkantoran dilakukan di Stasiun Semarang Gudang (Samarang NIS), namun dengan berkembangnya jalur jaringan kereta yang sangat pesat, mengakibatkan bertambahnya personil teknis dan tenaga administrasi yang tidak sedikit seiring berkembangnya administrasi perkantoran.
Pada akibatnya kantor NIS di stasiun Samarang NIS tidak lagi memadai. Berbagai solusi dilakukan NIS antara lain menyewa beberapa bangunan milik perseorangan sebagai solusi sementara yang justru menambah tidak efisien. Apalagi letak stasiun Samarang NIS berada di dekat rawa sehingga urusan sanitasi dan kesehatan pun menjadi pertimbangan penting. Maka, diusulkanlah alternatif lain: membangun kantor administrasi di lokasi baru. Pilihan jatuh ke lahan yang pada masa itu berada di pinggir kota berdekatan dengan kediaman Residen. Letaknya di ujung Bodjongweg Semarang (sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Bodjongweg dan Samarang naar Kendalweg (jalan raya menuju Kendal).
NIS mempercayakan rancangan gedung kantor pusat NIS di Semarang kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer (TH Delft) dan B.J. Quendag, arsitek yang berdomisili di Amsterdam. Seluruh proses perancangan dilakukan di Belanda, baru kemudian gambar-gambar dibawa ke Kota Semarang. Melihat dari cetak biru Lawang Sewu tertulis bahwa site plan dan denah bangunan ini telah digambar di Amsterdam pada tahun 1903. Begitu pula kelengkapan gambar kerjanya dibuat dan ditandatangani di Amsterdam tahun 1903.

Lokasi
Komplek Tugu Muda, Jalan Pemuda, Jawa Tengah 13220, Indonesia.
Tiket

Sumber
https://id.wikipedia.org/wiki/Lawang_Sewu

3. Gereja Blenduk

Gereja Blenduk (kadang-kadang dieja Gereja Blendug dan seringkali dilafazkan sebagai mBlendhug) adalah Gereja Kristen tertua di Jawa Tengah yang dibangun oleh masyarakat Belanda yang tinggal di kota itu pada 1753, dengan bentuk heksagonal (persegi delapan). Gereja ini sesungguhnya bernama Gereja GPIB Immanuel, di Jl. Letjend. Suprapto 32. Kubahnya besar, dilapisi perunggu, dan di dalamnya terdapat sebuah orgel Barok. Arsitektur di dalamnya dibuat berdasarkan salib Yunani. Gereja ini direnovasi pada 1894 oleh W. Westmaas dan H.P.A. de Wilde, yang menambahkan kedua menara di depan gedung gereja ini. Nama Blenduk adalah julukan dari masyarakat setempat yang berarti kubah. Gereja ini hingga sekarang masih dipergunakan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda.

Lokasi
Jl. Letjend. Suprapto No.32, Tanjungmas, Semarang Utara, Kota Semarang, Jawa Tengah 10460, Indonesia.

Jam Ibadah
Sampai saat ini Gereja Blenduk masih digunakan untuk beribadah.
Pukul 06.00WIB Ibadah I.
Pukul 09.00WIB Ibadah II, Ibadah pelayanan anak (Pastori), Ibadah persekutuan Teruna (Pastori).
Pukul 17.00WIB Ibadah Pemuda.

Daftar pendeta
Berikut ini adalah daftar pendeta yang bertugas di gereja ini sejak gereja ini dibangun hingga saat ini. Daftar ini dapat ditemukan di inskripsi yang terdapat di dinding gedung gereja.

1. Johannes Wilhelmus Swemmelaar (1753 – 1760)
2. David Daniel van Vianen (1760 – 1762)
3. Simon Gideon (1762 – 1766)
4. Cornelius Coetzier (1766 – 1772)
5. Jonas van Pietersom Ramring (1767 – 1770)
6. Johannes Lipsius (1772 – 1776)
7. HermanusWachter (1777)
8. Fredericus Montanus (1778 – 1814)
9. Gottlob Bruckner (1814 – 1816)
10. Dr. Diederik Lenting (1816 – 1817)
11. Gerardus van den Bijllaard (1819)
12. Dr. Diederik Lenting (1819 – 1820)
13. Gerardus van den Bijllaard (1820 – 1821)
14. Dominicus Anne Manstra (1821-27 RIP)
15. Pieter van Laren (1828 – 1836)
16. Cornelis Pieter Lammers van Toorenburg (1836 – 1840)
17. Johannes Hendrik van Rossum (1840 – 1843)
18. Frederik Ulrich van Hengel (1843)
19. Hendrik Herman Schiff (1844 – 1847)
20. Jan Jurrien Scheuer (1847 – 1851)
21. Frederik Corneille van der Maar van Kulleler (1851 – 1864)
22. Frederik Ulrich van Hengel (1860 – 1871)
23. Pieter Leonard de Gaay Fortman (1864 – 1866)
24. Joseph Karel Kam (1866 – 1869)
25. Albert van Davelaar (1869 – 1873)
26. Barend Johannes Ovink (1871 – 1872)
27. Frederic Johan Jacobus Prins (1872 – 1875)
28. Caspar Adam Laurens van Trootensburg de Bruijn (1873)
29. Hendrik Sanders Balsem (1873 – 1874)
30. Haijte van Ameijdem van Duijm (1874 – 1885)
31. Barend Johannes Ovink (1875 – 1888)
32. Jan Faber (1885 – 1887)
33. Ijnze Radersma (1886 – 1889)
34. Haijte van Ameijdem van Duijm (1887 – 1890)
35. Willem Mallinckredt (1899 – 1894)
36. Dr.Wouterus van Lingen (1890 – 1895)
37. Cornelis Rogge (1892 – 1894)
38. Abraham Samuel Carpentier Alting (1895 – 1897)
39. Willem van Griethuijsen (1895 – 1897)
40. Dr.Wouterus van Lingen (1897)
41. Joan Frederic Verhoeff (1897 – 98)
42. Johan Hendrik Christiaan Israel (1898 – 1899)
43. Johannes Cornelis Ijsbrand Bussingh de Vries (1898 – 1900)
44. Joan Frederic Verhoeff (1899 – 1904)
45. Dr.Aart Christian van Leeuwen (1900 – 1904 RIP)
46. Johannes Cornelis Ijsbrand Bussingh de Vries (1904 – 1904)
47. Johan Hendrik Christiaan Israel (1903)
48. Jean Henri de Vries (1904 – 1907)
49. Dr.Wouterus van Lingen (1904 – 1906)
50. Ari Adama (1905 – 1905)
51. Joan Frederic Verhoeff (1907 – 1908)
52. Tonke Pilon (1908 – 1910)
53. Evert van Loon (1909 – 1910)
54. Richeld Willem Frans Kyftenbelt (1910 – 1911)
55. Georg Hennemann (1910 – 1911)
56. Johannes Mechtelinus Coops (1911 – 1912)
57. Abraham Hagedoorn (1911 – 1919)
58. Warner van Griethuysen (1912 – 1914)
59. Jan Brink (1914 – 1921)
60. Dirk Jacobus Leepel (1919 – 1920)
61. Bernardus Johannes Audier (1920 – 22)
62. Johannes Mechtelinus Coops (1921 – 1927)
63. Gerrit Jan Reindert Langen (1922 – 1928)
64. Johannes Arnoidus Rudolf Terlet (1927 – 1929)
65. Gijsbert Cornelis Anton Adriaan van den Wijngaard (1928 – 1930)
66. Bernardus Matthijs van Tangerloo (1930 – 1933)
67. Hermanus Sterrenga (1930 – 1931)
68. Johannes Matthijs Lindeijer (1931 – 1934)
69. Karel Frederik Creutzberg (1933 – 1934)
70. Jacques Louis Brinkerink (1934)
71. Cornelis Bastiaan Boere (1934 – 1936)
72. George Willem Cornelis Vunderink (1935 – 1941)
73. Wijsbrands Gerardus Redingius (1935 – 1940)
74. Karel Frederik Creutzberg (1936 – 1940)
75. Johana Hermina Stegeman (1940 – 1941)
76. Floris Egbertus van Leeuwen (1940 – 1943)
77. Johan Carel Hamel (1941 – 1942)
78. Eppa Smith (1945 – 1946)
79. Casper Spoor (1946 – 1949)
80. W.H.F. Ter Braak (1947 – 1949)
81. Eppa Smith (1949 – 1954)
82. de Haart (1954 – 1960)
83. Richard Palii (1954 – 1960)
84. Willem Bernard Warouw (1960 – 1963)
85. Augustinus Roberth Molle (1963 – 1967)
86. Jan Frederick Hattu (1967 – 1978)
87. Rein Robert Daada (1978 – 1984)
88. Yopie Hukom, S.Th. (1984 – 1988)
89. Theofilus Natumnea, S.Th. (1988 – 1992)
90. Rudolf Andreas Tendean, S.Th. (1992 – 1995)
91. Markus Kurami Tumakaka, S.Th. (1995 – 1998)
92. Meyer Meindert Pontoh, S.Th. (1998 – 2004)
93. Dra Ny M Nanlohy L, (2004 - 2009)
94. Robert Williem Maarthin S.Th M.Ag, (2009 - sekarang)
Tiket
Setiap pengunjung yang masuk tidak dipungut biaya.
Sumber
http://seputarsemarang.com/gereja-blenduk-kota-lama-1265/
https://id.wikipedia.org/wiki/Gereja_Blenduk_Semarang


4. Toko Oen Restaurant
TOKO OEN merupakan salah satu restoran tertua di Indonesia dengan menu masakan Indonesia, Chinese food, serta Belanda. Restoran ini merupakan salah satu bangunan kuno di Kota Semarang. Bangunan Restoran Toko Oen ini tidak mempunyai halaman yang luas. Gang yang kosong di bagian timur bangunan digunakan sebagai tempat parkir disamping jalan depan restoran ini sendiri. Restoran Oen ini semula dimiliki oleh orang inggris bernama Grillroom. Kemudian pada tahun 1936 dibeli oleh Oen Tjoe Hok, kemudian diwariskan kepada Oen Liem Hwa. Sedangkan manager yang mengelola operasi restoran ini bernama Djoa Kok Tie. Restoran Oen terdapat di semua kota besar di Jawa, antara lain Jakarta, Semarang, dan Surabaya. Kemudian diwariskan kepada anak-anaknya. Sehingga Restoran Oen yang ada di Semarang ini dikelola oleh keluarga Megaradjasa. Kini Restoran Oen selain sebagai rumah makan juga sebagai toko yang menjual roti. Bangunan ini masih terawat dengan baik, dan dilakukan beberapa perombakan khususnya pada bagian belakang bangunan.
Sejak berdiri 1936 hingga sekarang, bisa dikatakan tidak ada yang berubah dengan Toko Oen ini. Tempat yang berada di jalan Pemuda Semarang ini masih setia dengan masa silam. Tak heran, banyak orang berkata bilamasuk ke restoran tersebut serasa menembus lorong waktu, kembali ke masa lampau. Meski tak sepenuhnya benar, namun pengelola restoran ini, mempertahankan konsep lama meski telah melakukan penyesuaian di sana sini, termasuk dalam menambah luas area restoran tersebut yang kini luasnya mencapai sekitar 600 meter persegi ini. Bangunan Toko Oen ini sezaman dengan bangunan bangunan yang ada di Kota Lama. Sejak dulu banyak wisatawan dari Eropa yang datang ke tempat ini hanya untuk menikmati “Masa Lalu” di masa kini. Dan atas dasar itu pula, pengelola restoran ini, Jenny, bersama adiknya, Gilbert Megaradjasa dan juga beberapa pemerhati bangunan kuno seperti Kriswandhono mendirikan Oen Semarang Foundation yang akan berupaya melestarikan Kota Lama.

Alamat
Jl. Pemuda 52 Semarang 50138

Sumber
http://seputarsemarang.com/toko-oen-restaurants-with-dutch-chinese-indonesian-cuisine-7582/


5. Stasiun Tawang Semarang

Stasiun Semarang Tawang (kode SMT, +2) adalah stasiun induk di Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang. Nama "Tawang" diambil dari nama kampung didekat stasiun ini yaitu Tawangsari. Stasiun ini merupakan rajanya jalur kereta api utara karena letaknya yang berada di tengah jalur utara. Stasiun ini merupakan stasiun terbesar di Kota Semarang, Jawa Tengah, dan Daop 4 Semarang.
Stasiun ini merupakan stasiun kereta api besar tertua di Indonesia setelah Semarang Gudang dan diresmikan pada tanggal 19 Juli 1868 untuk jalur Semarang Tawang ke Tanggung. Jalur ini menggunakan lebar 1435 mm. Pada tahun 1873 jalur ini diperpanjang hingga Stasiun Solo Balapan dan melanjut hingga Stasiun Lempuyangan di Yogyakarta. Dulu, selain ada rel ke Stasiun Semarang Gudang, terdapat juga rel menuju Demak yang kini sudah tidak berguna lagi. Rencananya, jalur menuju ke Demak tersebut akan diaktifkan kembali dan perkiraannya akan selesai pada tahun 2015. Di sisi utara stasiun ini, juga akan dibangun terminal petikemas. Hal ini dilakukan guna mempermudah proses pengangkutan petikemas menuju ke Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang.
Bangunan luar Stasiun Semarang Tawang ini masih utuh menggunakan bangunan buatan Belanda dulu. Stasiun ini memiliki 7 jalur aktif. Jalur 1-4 berfungsi untuk persinggahan kereta api yang menaik turunkan penumpang di stasiun ini. Sementara jalur 5,6, dan 7 berfungsi untuk lewat kereta api yang melakukan perjalanan tanpa berhenti di stasiun ini. Jalur 1-5 di stasiun ini sudah diberi kanopi agar penumpang tidak kepanasan saat terik matahari dan basah kuyub saat hujan turun.
Stasiun ini merupakan stasiun yang sangat sibuk. Karena semua kereta yang melintasi jalur utara baik Eksekutif, Bisnis, maupun Ekonomi semua harus berhenti disini. Hanya Kereta api Jayabaya, Kereta api Tawang Jaya, dan Kereta Api Kedung Sepur yang tidak berhenti di stasiun ini. Dulunya, hanya kereta api kelas Eksekutif dan Bisnis yang berhenti di stasiun ini. Sementara kereta kelas ekonomi dan komuter berhenti di Stasiun Semarang Poncol.
Kereta api yang mengakhiri tujuannya di stasiun ini diantaranya adalah Kereta api Argo Muria (tujuan Stasiun Gambir), Kereta api Argo Sindoro (tujuan Stasiun Gambir), Kereta api Kamandaka (tujuan Stasiun Purwokerto), dan Kereta api Menoreh (tujuan Stasiun Pasar Senen).
Karena letaknya yang dekat dengan laut, stasiun ini sering menjadi korban banjir dan rob. Inilah yang menjadi momok besar di stasiun ini.
Lokasi
Letak stasiun ini tidak terlalu jauh dari pusat kota, kurang lebih 5 kilometer. Stasiun Semarang Tawang ini juga tidak jauh dari objek wisata Kota Lama dan Pasar Johar. Di depan stasiun ini terdapat kolam yang berguna untuk menampung air banjir di Kota Semarang bagian bawah yang sering disebut dengan sebutan Polder.

Keunikan
Stasiun ini mempunyai keunikan, yaitu jika saat musim kemarau stasiun ini memiliki ketinggian 2 m, namun tidak saat musim penghujan, yang turun hingga 0 m, karena stasiun ini sering terkena air rob saat musim hujan tiba. Keunikan lainnya yang ada di stasiun ini adalah lagu Gambang Semarang yang dimainkan dengan piano; menandai kereta akan datang.

Sumber
https://id.wikipedia.org/wiki/Stasiun_Semarang_Tawang









 

Pramesti Rangga Siwi Copyright © 2011 Designed by Ipietoon Blogger Template Sponsored by web hosting